ETIKA
BISNIS
ARGUMEN YANG MENDUKUNG DAN YANG
MENENTANG ETIKA BISNIS
Banyak yang keberatan dengan
penerapan standar moral dalam aktivitas bisnis. Bagian ini membahas
keberatan-keberatan tersebut dan melihat apa yang dapat dikatakan berkenaan
dengan kesetujuan untuk menerapkan etika ke dalam bisnis.
Tiga keberatan atas penerapan etika ke dalam bisnis :
Tiga keberatan atas penerapan etika ke dalam bisnis :
Orang yang terlibat dalam bisnis,
kata mereka hendaknya berfokus pada pencarian keuntungan finansial bisnis
mereka dan tidak membuang-buang energi mereka atau sumber daya perusahaan untuk
melakukan ”pekerjaan baik”. Tiga argumen diajukan untuk mendukung perusahaan
ini :
Pertama,
Pertama,
Beberapa berpendapat bahwa di pasar
bebas kompetitif sempurna, pencarian keuntungan dengan sendirinya menekankan
bahwa anggota masyarakat berfungsi dengan cara-cara yang paling menguntungkan
secara sosial. Agar beruntung, masing-masing perusahaan harus memproduksi hanya
apa yang diinginkan oleh anggota masyarakat dan harus melakukannya dengan cara
yang paling efisien yang tersedia. Anggota masyarakat akan sangat beruntung
jika manajer tidak memaksakan nilai-nilai pada bisnis, namun mengabdikan
dirinya pada pencarian keuntungan yang berfokus.
Argumen tersebut menyembunyikan
sejumlah asumsi yaitu : Pertama, sebagian besar industri tidak ”kompetitif
secara sempurna”, dan sejauh sejauh perusahaan tidak harus berkompetisi, mereka
dapat memaksimumkan keuntungan sekalipun produksi tidak efisien. Kedua, argumen
itu mengasumsikan bahwa langkah manapun yang diambil untuk meningkatkan
keuntungan, perlu menguntungkan secara sosial, sekalipun dalam kenyataannya ada
beberapa cara untuk meningkatkan keuntungan yang sebenarnya merugikan
perusahaan : membiarkan polusi, iklan meniru, menyembunyikan cacat produksi,
penyuapan. Menghindari pajak, dsb. Ketiga, argumen itu mengasumsikan bahwa
dengan memproduksi apapun yang diinginkan publik pembeli, perusahaan
memproduksi apa yang diinginkan oleh seluruh anggota masyarakat, ketika
kenyataan keinginan sebagian besar anggota masyarakat (yang miskin dan dan
tidak diuntungkan) tidak perlu dipenuhi karena mereka tidak dapat
berpartisipasi dalam pasar. Keempat, argumen itu secara esensial membuat
penilaian normatif.
Kedua,
Kedua,
Kadang diajukan untuk menunjukan bahwa manajer
bisnis hendaknya berfokus mengejar keuntungan perusahaan mereka dan mengabaikan
pertimbangan etis, yang oleh Ale C. Michales disebut ”argumen dari agen yang
loyal”. Argumen tersebut secara sederhana adalah sbb :
Sebagai agen yang loyal dari majikannya manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikannya ketika majikan ingin dilayani (jika majikan memiliki keakhlian agen).
Sebagai agen yang loyal dari majikannya manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikannya ketika majikan ingin dilayani (jika majikan memiliki keakhlian agen).
Majikan ingin dilayani dengan cara
apapun yang akan memajukan kepentingannya sendiri. Dengan demikian sebagai agen
yang loyal dari majikannya, manajer mempunyai kewajiban untuk melayani
majikannya dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya.
Argumen agen yang loyal adalah keliru, karena ”dalam menentukan apakah perintah klien kepada agen masuk akal atau tidak... etika bisnis atau profesional harus mempertimbangkan” dan ”dalam peristiwa apapun dinyatakan bahwa agen mempunyai kewajiban untuk tidak melaksanakan tindakan yang ilegal atau tidak etis”. Dengan demikian, kewajiban manajer untuk mengabdi kepada majikannya, dibatasi oleh batasan-batasan moralitas.
Ketiga,
Argumen agen yang loyal adalah keliru, karena ”dalam menentukan apakah perintah klien kepada agen masuk akal atau tidak... etika bisnis atau profesional harus mempertimbangkan” dan ”dalam peristiwa apapun dinyatakan bahwa agen mempunyai kewajiban untuk tidak melaksanakan tindakan yang ilegal atau tidak etis”. Dengan demikian, kewajiban manajer untuk mengabdi kepada majikannya, dibatasi oleh batasan-batasan moralitas.
Ketiga,
Untuk menjadi etis cukuplah bagi
orang-orang bisnis sekedar mentaati hukum :
Etika bisnis pada dasarnya adalah mentaati hukum.
Etika bisnis pada dasarnya adalah mentaati hukum.
Terkadang kita salah memandang hukum
dan etika terlihat identik. Benar bahwa hokum tertentu menuntut perilaku yang
sama yang juga dituntut standar moral kita. Namun demikian, hukum dan moral
tidak selalu serupa. Beberapa hukum tidak punya kaitan dengan moralitas, bahkan
hukum melanggar standar moral sehingga bertentangan dengan moralitas, seperti
hukum perbudakan yang memperbolehkan kita memperlakukan budak sebagai properti.
Jelas bahwa etika tidak begitu saja mengikuti hukum.
Namun tidak berarti etika tidak
mempunyai kaitan dengan hukum. Standar Moral kita kadang dimasukan ke dalam
hukum ketika kebanyakan dari kita merasa bahwa standar moral harus ditegakkan
dengan kekuatan sistem hukum sebaliknya, hukum dikritik dan dihapuskan ketika
jelas-jelas melanggar standar moral.
Kasus etika dalam bisnis
Kasus etika dalam bisnis
Etika seharusnya diterapkan dalam
bisnis dengan menunjukan bahwa etika mengatur semua aktivitas manusia yang
disengaja, dan karena bisnis merupakan aktitivitas manusia yang disengaja,
etika hendaknya juga berperan dalam bisnis. Argumen lain berpandangan bahwa,
aktivitas bisnis, seperti juga aktivitas manusia lainnya, tidak dapat eksis
kecuali orang yang terlibat dalam bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap
standar minimal etika. Bisnis merupakan aktivitas kooperatif yang eksistensinya
mensyaratkan perilaku etis.
Dalam masyarakat tanpa etika,
seperti ditulis oleh filsuf Hobbes, ketidakpercayaan dan kepentingan diri yang
tidak terbatas akan menciptakan ”perang antar manusia terhadap manusia lain”,
dan dalam situasi seperti itu hidup akan menjadi ”kotor, brutal, dan dangkal”.
Karenanya dalam masyarakat seperti itu, tidak mungkin dapat melakukan aktivitas
bisnis, dan bisnis akan hancur. Katena bisnis tidak dapat bertahan hidup tanpa
etika, maka kepentingan bisnis yang paling utama adalah mempromosikan perilaku
etika kepada anggotanya dan juga masyarakat luas.
Etika hendaknya diterapkan dalam
bisnis dengan menunjukan bahwa etika konsisten dengan tujuan bisnis, khususnya
dalam mencari keuntungan. Contoh Merck dikenal karena budaya etisnya yang sudah
lama berlangsung, namun ia tetap merupakan perusahaan yang secara spektakuler
mendapatkan paling banyak keuntungan sepanjang masa.
Apakah ada bukti bahwa etika dalam bisnis secara sistematis berkorelasi dengan profitabilitas? Apakah Perusahaan yang etis lebih menguntungkan dapripada perusahaan lainnya ?
Beberapa studi menunjukan hubungan yang positif antara perilaku yang bertanggung jawab secara sosial dengan profitabilitas, beberapa tidak menemukan korelasi bahwa etika bisnis merupakan beban terhadap keuntungan. Studi lain melihat, perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial bertransaksi di pasar saham, memperoleh pengembalian yang lebih tinggi daripada perusahaan lainnya. Semua studi menunjukan bahwa secara keseluruhan etika tidak memperkecil keuntungan, dan tampak justru berkontribusi pada keuntungan.
Apakah ada bukti bahwa etika dalam bisnis secara sistematis berkorelasi dengan profitabilitas? Apakah Perusahaan yang etis lebih menguntungkan dapripada perusahaan lainnya ?
Beberapa studi menunjukan hubungan yang positif antara perilaku yang bertanggung jawab secara sosial dengan profitabilitas, beberapa tidak menemukan korelasi bahwa etika bisnis merupakan beban terhadap keuntungan. Studi lain melihat, perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial bertransaksi di pasar saham, memperoleh pengembalian yang lebih tinggi daripada perusahaan lainnya. Semua studi menunjukan bahwa secara keseluruhan etika tidak memperkecil keuntungan, dan tampak justru berkontribusi pada keuntungan.
Dalam jangka panjang, untuk sebagian
besar, lebih baik menjadi etis dalam bisnis dari pada tidak etis. Meskipun
tidak etis dalam bisnis kadang berhasil, namun perilaku tidak etis ini dalam
jangka panjang, cenderung menjadi kekalahan karena meruntuhkan hubungan
koperatif yang berjangka lama dengan pelanggan, karyawan dan anggota masyarakat
dimana kesuksesan disnis sangat bergantung.
Akhirnya kita harus mengetahui ada
banyak bukti bahwa sebagian besar orang akan menilai perilaku etis dengan
menghukum siapa saja yang mereka persepsi berperilaku tidak etis, dan
menghargai siapa saja yang mereka persepsi berperilaku etis. Pelanggan akan
melawan perusahaan jika mereka mempersepsi ketidakadilan yang dilakukan
perusahaan dalam bisnis lainnya, dan mengurangi minat mereka untuk membeli
produknya. Karyawan yang merasakan ketidakadilan, akan menunjukan absentisme
lebih tinggi, produktivitas lebih rendah, dan tuntutan upah lebih tinggi.
Sebaliknya, ketika karyawan percaya bahwa organisasi adil, akan senang
mengikuti manajer. Melakukan apapun yang dikatakan manajer, dan memandang
keputusan manajer sah. Ringkasnya, etika merupakan komponen kunci manajemen yang
efektif.
Dengan demikian, ada sejumlah argumen yang kuat, yang mendukung pandangan bahwa etika hendaknya diterapkan dalam bisnis.
TANGGUNG JAWAB DAN KEWAJIBAN MORAL
Dengan demikian, ada sejumlah argumen yang kuat, yang mendukung pandangan bahwa etika hendaknya diterapkan dalam bisnis.
TANGGUNG JAWAB DAN KEWAJIBAN MORAL
Kapankah secara moral seseorang
bertanggung jawab atau disalahkan, karena melakukan kesalahan? Seseorang secara
moral bertanggung jawab atas tindakannya dan efek-efek merugikan yang telah
diketahui ;
a. Yang dilakukan atau dilaksanakan seseorang dengan sengaja dan secara bebas
b. Yang gagal dilakukan atau dicegah dan yang secara moral keliru karena orang itu dengan sengaja atau secara bebas gagal melaksanakan atau mencegahnya.
Ada kesepakatan umum, bahwa ada dua kondisi yang sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab moral seseorang karena menyebabkan kerugian ;
a. Yang dilakukan atau dilaksanakan seseorang dengan sengaja dan secara bebas
b. Yang gagal dilakukan atau dicegah dan yang secara moral keliru karena orang itu dengan sengaja atau secara bebas gagal melaksanakan atau mencegahnya.
Ada kesepakatan umum, bahwa ada dua kondisi yang sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab moral seseorang karena menyebabkan kerugian ;
- Ketidaktahuan
- Ketidakmampuan
Keduanya disebut kondisi yang
memaafkan karena sepenuhnya memaafkan orang dari tanggung jawab terhadap
sesuatu. Jika seseorang tidak mengetahui, atau tidak dapat menghindari apa yang
dia lakukan, kemudian orang itu tidak berbuat secara sadar, ia bebas dan tidak
dapat dipersalahkan atas tindakannya. Namun, ketidaktahuan dan ketidakmampuan
tidak selalu memaafkan seseorang, salah satu pengecualiannya adalah ketika
seseorang mungkin secara sengaja, membiarkan dirinya tidak mau mengetahui
persoalan tertentu.
Ketidakmampuan bisa jadi merupakan akibat lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan sesuatu atau tidak dapat menahan melakukan sesuatu. Seseorang mungkin kekurangan kekuasaan, keahlian, kesempatan atau sumber daya yang mencukupi untuk bertindak. Seseorang mungkin secara fisik terhalang atau tidak dapat bertindak, atau pikiran orang secara psikologis cacat sehingga mencegahnya mengendalikan tindakannya. Ketidakmampuan mengurangi tanggung jawab karena seseorang tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan (atau melarang melakukan) sesuatu yang tidak dapat dia kendalikan. Sejauh lingkungan menyebabkan seseorang tidak dapat mengendalikan tindakannya atau mencegah kerugian tertentu, adalah keliru menyalahkan orang itu.
Ketidakmampuan bisa jadi merupakan akibat lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan sesuatu atau tidak dapat menahan melakukan sesuatu. Seseorang mungkin kekurangan kekuasaan, keahlian, kesempatan atau sumber daya yang mencukupi untuk bertindak. Seseorang mungkin secara fisik terhalang atau tidak dapat bertindak, atau pikiran orang secara psikologis cacat sehingga mencegahnya mengendalikan tindakannya. Ketidakmampuan mengurangi tanggung jawab karena seseorang tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan (atau melarang melakukan) sesuatu yang tidak dapat dia kendalikan. Sejauh lingkungan menyebabkan seseorang tidak dapat mengendalikan tindakannya atau mencegah kerugian tertentu, adalah keliru menyalahkan orang itu.
Sebagai tambahan atas dua kondisi
yang memaklumkan itu (ketidaktahuan dan ketidakmampuan), yang sepenuhnya
menghilangkan tanggung jawab moral seseorang karena kesalahan, ada juga
beberapa faktor yang memperingan, yang meringankan tanggung jawab moral seseorang
yang tergantung pada kejelasan kesalahan. Faktor yang memperingan mencakup :
- Lingkungan yang mengakibatkan orang tidak pasti, namun tidak juga tidak yakin tentang apa yang sedang dia lakukan ( hal tersebut mempengaruhi pengetahuan seseorang)
- Lingkungan yang menyulitkan, namun bukan tidak mungkin untuk menghindari melakukannya (hal ini mempengaruhi kebebasan seseorang)
- Lingkungan yang mengurangi namun tidak sepenuhnya menghilangkan keterlibatan seseorang dalam sebuah tindakan (ini mempengaruhi tingkatan sampai dimana seseorang benar-benar menyebabkan kerugian)
Hal tersebut dapat memperingan
tanggung jawab seseorang karena kelakuan yang keliru yang tergantung pada
faktor keempat, yaitu keseriusan kesalahan.
Kesimpulan mendasar tentang tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian yang memperingan tanggung jawab moral seseorang yaitu :
Kesimpulan mendasar tentang tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian yang memperingan tanggung jawab moral seseorang yaitu :
- Secara moral individu, bertanggung jawab atas tindakan yang salah yang dia lakukan (atau yang secara keliru dia lalaikan) dan atas efek-efek kerugian yang disebabkan (atau yang gagal dia cegah) ketika itu dilakukan dengan bebas dan sadar.
- Tanggung jawab moral sepenuhnya dihilangkan (atau dimaafkan) oleh ketidaktahuan dan ketidakmampuan
- Tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian diringankan oleh :
- Ketidak pastian
- Kesulitan
Bobot keterlibatan yang kecil
(meskipun kegagalan tidak memperingan jika seseorang mempunyai tugas khusus
untuk mencegah kesalahan), namun cakupan sejauh mana hal-hal tersebut
memperingan tanggung jawab moral seseorang kepada (dengan) keseriusan kesalahan
atau kerugian. Semakin besar keseriusannya, semakin kecil ketiga factor pertama
tadi dapat meringankan.
Para kritikus berdebat, apakah semua faktor yang meringankan itu benar-benar mempengaruhi tanggung jawab seseorang? Beberapa berpendapat bahwa, kejahatan tidak pernah diterima, tidak peduli tekanan apakah yang terjadi pada seseorang. Kritikus lain berpendapat, membiarkan secara pasif suatu kesalahan terjadi, tidak berbeda dengan secara aktif menyebabkan suatu kesalahan terjadi.
A. Tanggung Jawab Perusahaan
Para kritikus berdebat, apakah semua faktor yang meringankan itu benar-benar mempengaruhi tanggung jawab seseorang? Beberapa berpendapat bahwa, kejahatan tidak pernah diterima, tidak peduli tekanan apakah yang terjadi pada seseorang. Kritikus lain berpendapat, membiarkan secara pasif suatu kesalahan terjadi, tidak berbeda dengan secara aktif menyebabkan suatu kesalahan terjadi.
A. Tanggung Jawab Perusahaan
Dalam perusahaan modern, tanggung
jawab atas tindakan perusahaan sering didistribusikan kepada sejumlah pihak
yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya terdiri atas tindakan atau
kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau
kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi, siapakah
yang bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu?
Pandangan tradisional berpendapat
bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan bebas apa yang diperlukan
perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab.
Lain halnya pendapat para kritikus pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak bersama-sama, tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai tindakan kelompok, dan konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan tindakan individu, yang mengharuskan kelompok bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
Lain halnya pendapat para kritikus pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak bersama-sama, tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai tindakan kelompok, dan konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan tindakan individu, yang mengharuskan kelompok bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
Kaum tradisional membantah bahwa,
meskipun kita kadang membebankan tindakan kepada kelompok perusahaan, fakta
legal tersebut tidak mengubah realitas moral dibalik semua tindakan perusahaan
itu. Individu manapun yang bergabung secara sukarela dan bebas dalam tindakan
bersama dengan orang lain, yang bermaksud menghasilkan tindakan perusahaan,
secara moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu.
Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan sengaja dan dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, juru tulis, atau tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan dan ketidakmampuan yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya akan menghilangkan tanggung jawab moral orang itu.
B. Tanggung Jawab Bawahan
Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan sengaja dan dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, juru tulis, atau tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan dan ketidakmampuan yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya akan menghilangkan tanggung jawab moral orang itu.
B. Tanggung Jawab Bawahan
Dalam perusahaan, karyawan sering
bertindak berdasarkan perintah atasan mereka.
Perusahaan biasanya memiliki struktur yang lebih tinggi ke beragam agen pada level yang lebih rendah. Jadi, siapakah yang harus bertanggung jawab secara moral ketika seorang atasan memerintahkan bawahannya untuk melakukan tindakan yang mereka ketahui salah.
Orang kadang berpendapat bahwa, ketika seorang bawahan bertindak sesuai dengan perintah atasannya yang sah, dia dibebaskan dari semua tanggung jawab atas tindakan itu.
Hanya atasan yang secara moral bertanggung jawab atas tindakan yang keliru, bahkan jika bawahan adalah agen yang melakukannya. Pendapat tersebut keliru, karena bagaimanapun tanggung jawab moral menuntut seseorang bertindak secara bebas dan sadar, dan tidak relevan bahwa tindakan seseorang yang salah merupakan pilihan secara bebas dan sadar mengikuti perintah. Ada batas-batas kewajiban karyawan untuk mentaati atasannya. Seorang karyawan tidak mempunyai kewajiban untuk mentaati perintah melakukan apapun yang tidak bermoral.
Dengan demikian, ketika seorang atasan memerintahkan seorang karyawan untuk melakukan sebuah tindakan yang mereka ketahui salah, karyawan secara moral bertanggung jawab atas tindakan itu jika dia melakukannya. Atasan juga bertanggung jawab secara moral, karena fakta atasan menggunakan bawahan untuk melaksanakan tindakan yang salah tidak mengubah fakta bahwa atasan melakukannya.
HAL – HAL YANG MENARIK
Perusahaan biasanya memiliki struktur yang lebih tinggi ke beragam agen pada level yang lebih rendah. Jadi, siapakah yang harus bertanggung jawab secara moral ketika seorang atasan memerintahkan bawahannya untuk melakukan tindakan yang mereka ketahui salah.
Orang kadang berpendapat bahwa, ketika seorang bawahan bertindak sesuai dengan perintah atasannya yang sah, dia dibebaskan dari semua tanggung jawab atas tindakan itu.
Hanya atasan yang secara moral bertanggung jawab atas tindakan yang keliru, bahkan jika bawahan adalah agen yang melakukannya. Pendapat tersebut keliru, karena bagaimanapun tanggung jawab moral menuntut seseorang bertindak secara bebas dan sadar, dan tidak relevan bahwa tindakan seseorang yang salah merupakan pilihan secara bebas dan sadar mengikuti perintah. Ada batas-batas kewajiban karyawan untuk mentaati atasannya. Seorang karyawan tidak mempunyai kewajiban untuk mentaati perintah melakukan apapun yang tidak bermoral.
Dengan demikian, ketika seorang atasan memerintahkan seorang karyawan untuk melakukan sebuah tindakan yang mereka ketahui salah, karyawan secara moral bertanggung jawab atas tindakan itu jika dia melakukannya. Atasan juga bertanggung jawab secara moral, karena fakta atasan menggunakan bawahan untuk melaksanakan tindakan yang salah tidak mengubah fakta bahwa atasan melakukannya.
HAL – HAL YANG MENARIK
- Dasar Etika adalah MoralApa yang dimaksud dengan etika? Menurut kamus ada banyak arti dari etika diantaranya adalah :
- Prinsip – prinsip yang digunakan untuk mengatur prilaku individu atau kelompok
- Pelajaran tentang moral
Definisi
Moralitas adalah :
“Aturan-aturan yang dimiliki perorangan atau kelompok tentang apa-apa yang benar dan apa-apa yang salah, atau apa-apa yang baik dan yang jahat.”
Sedangkan yang dimaksud dengan standar moral adalah :
“Norma-norma yang kita miliki tentang jenis-jenis tindakan yang kita percaya secara moral benar atau salah.”
“Aturan-aturan yang dimiliki perorangan atau kelompok tentang apa-apa yang benar dan apa-apa yang salah, atau apa-apa yang baik dan yang jahat.”
Sedangkan yang dimaksud dengan standar moral adalah :
“Norma-norma yang kita miliki tentang jenis-jenis tindakan yang kita percaya secara moral benar atau salah.”
- Moral Lebih ke Arah Individu
Organisasi perusahaan akan eksis bila :
“Ada individu – individu manusia dengan hubungan dan lingkungan tertentu.”
Karena tindakan perusahaan dilakukan oleh pilihan dan tindakan individu-individu di dalamnya. Maka individu-individu tadi yang harus dilihat sebagai penghalang dan pelaksana utama dari tugas moral, tanggung jawab moral perusahaan.
Individu-individu manusia tadi bertanggung jawab pada apa yang dilakukan oleh perusahaan, karena tindakan perusahaan berlangsung karena pilihan-pilihan mereka dan prilaku individu-individu tadi. Sehingga perusahaan mempunyai tugas moral untuk melakukan sesuatu bila anggota perusahaan tersebut mempunyai tanggung jawab moral untuk melakukan sesuatu.
- Pencapai Tetinggi dari Etika adalah Berorientasi pada
Prinsip Etika Universal
Tingkat final, tindakan yang benar dilakukan berdasarkan prinsip moral karena logis, universality dan konsistensi.
Universality artinya suara hati, di dalam istilah ESQ disebut anggukan universal yang mengacu kepada God Spot.
- Kasus WorldCom dan Enron
4.1 Kasus WorldCom
Di dalam laporan keuangan WorldCom’s, Scott Sulivan memindahkan $ 400 juta dari reserved account ke “income”. Dia juga selama bertahun-tahun melaporkan trilyunan dolar biaya operasi sebagai “capital expenditure”.
Dia bisa melakukan ini dengan bantuan firm accounting dan auditor terkenal “Arthur Andersen”. Padahal Scott Sullivan, pernah mendapat penghargaan sebagai Best CFO oleh CFO Magazine tahun 1998.
4.2 Kasus Enron
Pada terbitan April 2001, majalah Fortune menjuluki Enron sebagai perusahaan paling innovative di Amerika “Most Innovative” dan menduduki peringkat 7 besar perusahaan di Amerika. Enam bulan kemudian (Desember 2001) Enron diumumkan bangkrut.
Kejadian ini dijuluki sebagai “Penipuan accounting terbesar di abad ke 20”. Dua belas ribu karyawan kehilangan pekerjaan. Pemegang saham-saham Enron kehilangan US$ 70 Trilyun dalam sekejap ketika nilai sahamnya turun menjadi nol.
Kejadian ini terjadi dengan memanfaatkan celah di bidang akuntansi. Andrew Fastow, Chief Financial officer bekerjasama dengan akuntan public Arthur Andersen, memanfaatkan celah di bidang akuntansi, yaitu dengan menggunakan “special purpose entity”, karena aturan accounting memperbolehkan perusahaan untuk tidak melaporkan keuangan special purpose entity bila ada pemilik saham independent dengan nilai minimum 3%.
Dengan special purpose entity tadi, kemudian meminjam uang ke bank dengan menggunakan jaminan saham Enron. Uang hasil pinjaman tadi digunakan untuk menghidupi bisnis Enron.
4.3 Bahasan Kasus
Dari kasus WorldCom’s dan Enron diatas, dapat diamati bahwa walaupun sudah ada aturan yang jelas mengatur system accounting, tetapi kalau manusia yang mengatur tadi tidak bermoral dan tidak beretika maka mereka akan memanfaatkan celah yang ada untuk kepentingan mereka.
4.4 Pandangan Velasquez tentang Etika Bisnis di Arab Saudi
Menurut Velasquez, Arab Saudi adalah tempat kelahiran Islam, yang menggunakan landasan Islam Suni sebagai hukum, kebijakan dan system sosialnya. Tetapi di Arab Saudi tidak dikenal “basic right” (keadilan dasar, seperti tidak ada demokrasi, tidak ada kebebasan berbicara, tidak ada kebebasan pers, tidak mengenal peradilan dengan system juri, tidak mengenal kebebasan beragama dan diskriminasi terhadap wanita. Sehingga menurut Velasquez, di Arab Saudi tidak mengenal hak azazi manusia.
BAHASAN
Velasquez menyatakan, Arab Saudi
adalah contoh Etika Islam, dengan alasan sederhana karena Islam lahir disana.
Tetapi dia lupa bahwa Agama Kristen dan Yahudi juga tidak lahir di Eropa atau
di Amerika. Dia mengeneralisir bahwa Arab Saudi adalah Islam.
Padahal Arab Saudi bukan merupakan penggambaran negara Islam yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Dalam jaman Rasul dan empat sahabat penerusnya dikenal istilah demokrasi dan kebebasan beragama.
HAL – HAL MENARIK MENJADI BAHAN DISKUSI
Padahal Arab Saudi bukan merupakan penggambaran negara Islam yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Dalam jaman Rasul dan empat sahabat penerusnya dikenal istilah demokrasi dan kebebasan beragama.
HAL – HAL MENARIK MENJADI BAHAN DISKUSI
- Bagaimana pendekatan etika yang harus out-in atau in-out
- Out- in adalah proses pengawasan dari luar ke dalam, harus ada aturan main atau bisnis proses yang jelas dan transparan sehingga etika bisnis bisa berjalan,
misalnya
ada good corporate governance, balance scorecard, atau Malcolm baldrige
- In- out adalah pendekatan dari sisi individu pelaku bisnis, pelaku dari etika adalah individu dan setiap individu harus menjalankan etika bisnis.
- Dalam kasus Enron dan WorldCom’s, walaupun sudah ada system yang sangat baik dan well defined is organized, masih saja “oknum” manusia mencari celah diantara aturan main tersebut.
- Bagaimanakah sebaiknya implementasi etika bisnis yang baik, dengan pendekatan in-out, out-in, atau ambivalent dengan menerapkan keduanya.
- Apakah etika itu pesan universal horizontal – kewajiban vertical
- Dasar dari etika adalah kajian terhadap moralitas, dan moralitas tadi mengaju kepada individu.
- Sedangkan pencapai tertinggi dari moral adalah Orientasi Prinsip Etis Universal
- Velasquez menyatakan etika itu lebih abstrak daripada “Ten Commandements”
- Apakah etika itu pesan universal horizontal (manusia ke manusia) minus nilai kewajiban vertical (Agama) ?
CONTOH PELANGGARAN ETIKA BISNIS
- Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum
Sebuah perusahaan X karena kondisi perusahaan yang pailit
akhirnya memutuskan untuk Melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam
melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana
yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini
perusahaan x dapat dikatakan melanggar prinsip kepatuhan terhadap hukum.
- Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
Sebuah Yayasan X menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA.
Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada
setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan kepada
mereka saat akan mendaftar, sehingga setelah diterima mau tidak mau mereka
harus membayar. Disamping itu tidak ada informasi maupun penjelasan resmi tentang
penggunaan uang itu kepada wali murid.
Setelah didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu dipergunakan untuk pembelian seragama guru. Dalam kasus ini, pihak Yayasan dan sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi
Setelah didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu dipergunakan untuk pembelian seragama guru. Dalam kasus ini, pihak Yayasan dan sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi
- Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada
seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomotais dinyatakan
mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan
pengumuman dari pihak pengurus karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh
Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga segala hak dan kewajiban dia
berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak Pengelola sendiri tidak
memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut.
Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit
Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit
- Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan PJTKI di Jogja melakukan rekrutmen untuk
tenaga baby sitter. Dalam pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan
berjanji akan mengirimkan calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training
dijanjikan akan dikirim ke negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan tersebut
menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika
mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang terarik dengan tawaran
tersebut langsung mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7 juta untuk
ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan
training, B tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada
kejelasan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada
penundaan, begitu seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan
PJTKI tersebut telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan
hak-hak B sebagai calon TKI yang seharusnya diberangnka ke negara tujuan untuk
bekerja.
- Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebuah perusahaan property ternama di Yogjakarta tidak
memberikan surat ijin membangun rumah dari developer kepada dua orang
konsumennya di kawasan kavling perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen
pertama sudah memenuhi kewajibannya membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan
biaya administrasi lainnya.
Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan tanah, karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu menolak dengan alasan belum ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi izin pembangunan rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi konsumen lainnya untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus ini perusahaan property tersebut telah melanggar prinsip kewajaran (fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.
Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan tanah, karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu menolak dengan alasan belum ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi izin pembangunan rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi konsumen lainnya untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus ini perusahaan property tersebut telah melanggar prinsip kewajaran (fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.
- Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebuah perusahaan pengembang di Sleman membuat kesepakatan
dengan sebuah perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai
dengan kesepakatan pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada
kontraktor. Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan
penurunan kualitas spesifikasi bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan
pengembang. Selang beberapa bulan kondisi bangunan sudah mengalami kerusakan
serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor dapat dikatakan telah melanggar
prinsip kejujuran karena tidak memenuhi spesifikasi bangunan yang telah
disepakati bersama dengan perusahaan pengembang
- Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
Seorang nasabah, sebut saja X, dari perusahaan pembiayaan
terlambat membayar angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena anaknya
sakit parah. X sudah memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang
keterlambatannya membayar angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari
perusahaan. Beberapa minggu setelah jatuh tempo pihak perusahaan langsung
mendatangi X untuk menagih angsuran dan mengancam akan mengambil mobil yang
masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan
melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini kita dapat
mengakategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati
pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan
kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.
SUMBER : WWW.GOOGLE.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar