Selasa, 13 Maret 2012

MATA KULIAH : KOMPUTER LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN TUGAS 2 : FUNGSI DAN PERANAN BANK UMUM, BANK PERKREDITAN RAKYAT,DAN BANK INDONESIA DOSEN : PRIHANTORO

MATA KULIAH : KOMPUTER LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN
TUGAS 2 : FUNGSI DAN PERANAN BANK UMUM, BANK PERKREDITAN RAKYAT,
DAN BANK INDONESIA
DOSEN : PRIHANTORO

FUNGSI DAN PERANAN BANK UMUM
Para ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan bank umum sebagai institusi keuangan yang berorientasi laba. Untuk memperoleh laba tersebut bank umum melaksanakan fungsi intermediasi. Karena diizikan mengumpulkan dana dalam bentuk deposito, bank umum disebut juga sebagai lembaga keuangan depositori. Berdasarkan kemampuannya menciptakan uang (giral), bank umum dapat juga disebut sebagai bank umum pencipta uang giral.
Pengertian bank umum menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 :
“Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.“

Fungsi-fungsi bank umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
1. Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.


3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.

4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.

KEGIATAN BANK UMUM
Kegiatan bank umum secara lengkap meliputi kegiatan sebagai berikut :
1. Menghimpun Dana (Funding)
Kegiatan menghimpun dana merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal juga dengan kegiatan funding. Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan. Simpanan sering disebut dengan nama reke¬ning atau account. Jenis-jenis simpanan yang ada dewasa ini adalah:
a. Simpanan Giro (Demand Deposit),
b. Simpanan Tabungan (Saving Deposit),
c. Simpanan Deposito (Time Deposit),

2. Menyalurkan Dana (Lending)
Sebelum kredit dikucurkan bank terlebih dulu menilai kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah. Kelayakan ini meliputi berbagai aspek penilaian. Penerima kredit akan dikenakan bunga kredit yang besarnya tergantung dari bank yang menyalurkannya. Besar kecilnya bunga kredit sangat mempengaruhi keuntungan bank, mengingat keuntungan utama bank adalah dari selisih bunga kredit dengan bunga simpanan. Secara umum jenis-jenis kredit yang ditawarkan meliputi :
a. Kredit Investasi,
b. Kredit Modal Kerja,
c. Kredit Perdagangan
d. Kredit Produktif,
e. Kredit Konsumtif,
f. Kredit Profesi

3. Memberikan jasa- jasa Bank Lainnya (Services)
Jasa-jasa bank lainnya merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Sekalipun sebagai kegiatan penunjang, kegiatan ini sangat banyak memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah, bahkan dewasa ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit bagi keuntungan bank, apalagi keuntungan dari spread based semakin mengecil, bahkan cenderung negatif spread (bunga sim¬panan lebih besar dari bunga kredit).
Semakin lengkap jasa-jasa bank yang dapat dilayani oleh suatu bank maka akan semakin baik. Kelengkapan ini ditentukan dari permodalan bank serta kesiapan bank dalam menyediakan SDM yang handal. Disamping itu ,juga perlu didukung oleh kecanggihan teknologi yang dimilikinya. Dalam praktiknya jasa-jasa bank yang ditawarkan meliputi :
a. Kiriman Uang (Transfer)
b. Kliring (Clearing)
c. Inkaso (Collection)
d. Safe Deposit Box
e. Bank Card (Kartu kredit)
f. Bank Notes
g. Bank Garansi
h. Bank Draft
i. Letter of Credit (L/C)
j. Cek Wisata (Travellers Cheque)
k. Menerima setoran-setoran.
l. Melayani pembayaran-pembayaran.
m. Bermain di dalam pasar modal.


SUMBER :
http://indonesi4ku.wordpress.com/2011/03/15/pengertian-klasifikasi-tugas-fungsi-kegiatan-serta-peranan-bank/
http://putracenter.net/2009/09/23/definisi-fungsi-dan-peranan-bank-umum-dalam-perekonomian/
www.google.com



FUNGSI DAN PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT

Pengertian

1. BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersa¬makan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR.

2. Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

3. Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, makd keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan can keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persya-ratan dan tatacara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


Asas BPR

Dalam melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan 3 ciri negatif yang harus dihindari (free fight liberal¬ism, etatisme, dan monopoli).

Fungsi BPR
Penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

Tujuan BPR
Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Sasaran BPR
Melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pega¬wai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesem¬patan berusaha, pemerataan pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para pelepas uang (rentenir dan pengijon).

Usaha BPR
Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah :




1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.

Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR
Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah :
1. Menerima simpanan berupa giro.
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
3. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
4. Melakukan usaha perasuransian.
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

Alokasi Kredit BPR
Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu :

1. Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.

2. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau seke¬lompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

3. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

Perijinan BPR
1 Usaha BPR harus mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat diatur dengan undang-undang tersendiri.
2. Ijin usaha BPR diberikan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
3. Untuk mendapatkan ijin usaha, BPR wajib memenuhi persyaratan tentang susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan rencana kerja, hal-hal lain yang ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia, dan memenuhi persyaratan tentang tempat kedudukan kantor pusat BPR di kecamatan. BPR dapat pula didirikan di ibukota kabupaten atau kotamadya sepanjang di ibukota kabupaten Jan Kotamadya belum terdapat BPR.
4. Pembukaan kantor cabang BPR di ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota kabupaten, dan kotamadya hanya dapat dilakukan dengan ijin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Persyaratan dan tatacara pembukaan kantor tersebut ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
5. Pembukaan kantor cabang BPR di luar ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota Kabupaten, dan kotamadya serta pembukaan kantor di bawah kantor cabang BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. Persyaratan dan tatacara pembukaan kantor tersebut ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
6. BPR tidak dapat membuka kantor cabangnya di luar negeri karena BPR dilarang rnelakukan kegiatan usaha dalam valuta asing (transaksi valas).
Bentuk Hukum BPR
Bentuk hukum BPR dapat berupa Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik Daerah), Koperasi Perseroan Terbatas (berupa saham atas nama), dan bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Kepemilikan BPR
1. BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, dan pemerintah daerah.
2. BPR yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.
3. BPR yang berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama.
4. Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
5. Merger dan konsolidasi antara BPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat ijin Merited Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank Indo¬nesia. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan clengan Peraturan Pemerintah.

Pembinaan dan Pengawasan BPR
Fungsi Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas bank pada umumnya. (baca UU Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 Bab V Pembinaan dan Pengawasan Pasal 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, dan 37).
Pengawasan Bank Indonesia terhadap BPR meliputi :
1. pemberian bantuan dan layanan perbankan kepada lapisan masyarakat yang rendah yang tidak terjangkau bantuan dan layanan bank umum, yaitu dengan memberikan pinjaman kepada pedagang/pengusaha kecil di desa dan di pasar agar tidak terjerat rentenir dan menghimpun dana mayarakat.
2. membantu pemerintah dalam ikut mendidik masyarakat guna memahami pola nasional dengan adanya akselerasi pembangunan.
3. penciptaan pemerataan kesempatan berusaha bagi masyarakat.
Dalam melakukan pengawasan akan terjadi beberapa kesalahan, yaitu :
1. organisasi dan sistem manajemen, termasuk di dalamnya perencanaan yang dite-tapkan.
2. kekurangan tenaga trampil dan profesional.
3. mengalami kesulitan likuiditas.
4. belum melaksanakan fungsi BPR sebagaimana mestinya (sesuai UU).

Pengaturan dan Pembagian Tugas BPR, KUD, dan BRI

1. BPR yang terdapat di daerah pedesaan sebagai pengganti Bank Desa, kedu¬dukannya ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan penggabungan Bank Desa yang ada dan kegiatannya diarahkan kepada layanan kebutuhan kredit kecil untuk pengusaha, pengrajin, pedagang kecil, atau kepada mereka yang tinggal dan berusaha di desa tersebut tetapi tidak atau belum menjadi anggota KUD dan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2. KUD bekerja sebagai lembaga perkreditan kecil di desa yang memberikan pinjaman kepada petani, peternak, dan nelayan yang menjadi anggotanya. Dana untuk pemberian kredit berasal dari dana yang dihimpun dari anggota KUD dan kredit yang disalurkan oleh BRI dan BI.

3. BPR yang terdapat di daerah perkotaan adalah Bank Pasar, Bank Pegawai, atau bank yang sejenis yang melayani kebutuhan kredit pengusaha dan pedagang kecil di pasar dan di kampung. Sumber pembiayaan kredit ini adalah berasal dari dana masyarakat yang dihimpun dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

4. BRI melayani langsung kredit yang relatif besar atau kredit yang dipinjamkan kepada pengusaha menengah di pedesaan atau di perkotaan.



Masalah yang dihadapi BPR
1. Apakah Bank Desa atau Bank Kredit Desa dalam satu kecamatan harus merger, apakah Bank Kredit Desa mampu menyesuaikan permodalannya menjadi Rp 50 juta, siapakah yang akan mengelolanya?
2. Apakah ada penampungan bagi lembaga keuangan selain yang termasuk dalam kategori BPR dan apakah mampu lembaga keuangan selain yang termasuk dalam BPR menyesuaikan permodalannya menjadi Rp50 juta?
3. Kesulitan bagi lembaga keuangan selain yang termasuk dalam BPR dan tidak menjalan-kan fungsinya sebagai BPR, serta tidak mampu menjadi bank umum apabila harus menciutkan usahanya dan pindah ke kota lain.
4. Apabila harus pindah ke kota lain maka ada kesulitannya yaitu terganggunya pangsa pasar dan kemungkinan timbulnya pengangguran karyawan.
5. Apabila harus pindah ke kota lain maka ada kesulitannya yaitu dengan adanya BPR milik pemerintah daerah.
6. Adanya pendatang BPR akan menambah persaingan menjadi semakin ketat.

KEGIATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Kegiatan BPR pada dasarnya sama dengan kegiatan Bank umum, hanya yang menjadi perbedaan adalah jumlah jasa bank yang dilaku¬kan BPR jauh lebih sempit. BPR dibatasi oleh berbagai persyaratan, sehingga tidak dapat berbuat seleluasa bank umum. Keterbatasan kegiatan BPR juga dikaitkan dengan misi pendirian BPR itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan BPR adalah sebagai berikut :
1. Menghimpun dana hanya dalam bentuk :
- Simpanan Tabungan
- Simpanan Deposito
2. Menyalurkan dana dalam bentuk :
- Kredit Investasi
- Kredit Modal Kerja
- Kredit Perdagangan
Karena keterbatasan yang dimiliki oleh BPR, maka ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan BPR. Larangan ini meliputi hal¬-hal sebagai berikut :
- Menerima Simpanan Giro
- Mengikuti Miring
- Melakukan Kegiatan Valbta Asing
- Melakukan kegiatan Perasuransian

SUMBER :
www.google .com



FUNGSI DAN PERANAN BANK INDONESIA

Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
1.Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
2.Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.

3.Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
4.Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
5.Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.

SUMBER :
http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Stabilitas+Sistem+Keuangan/Peran+Bank+Indonesia/Peran+BI/
www.google.com

MATA KULIAH : KOMPUTER LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN TUGAS I : PERKEMBANGAN PERBANKAN TAHUN 1990-2010 DOSEN : PRIHANTORO

MATA KULIAH : KOMPUTER LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN
TUGAS I : PERKEMBANGAN PERBANKAN TAHUN 1990-2010
DOSEN : PRIHANTORO

A. Sejarah Perbankan

Dalam sejarahnya kegiatan perbankan dikenal mulai dari zaman Babilonia. Kegiatan perbankan ini kemudian berkembang ke zaman Yunasni kuno serta Romawi kuno. Pada saat itu kegiatan utama bank hanyalah sebagai tempat menukar uang oleh para pedagang antar kerajaan. Perkembangan perbankan di Indonesia juga tidak terlepas dari era zaman penjajahan Hindia Belanda tempo dulu.

B. Sejarah Perbankan di Indonesia

Memasuki tahun 1990-an BI mengeluarkan paket kebijakan yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya. Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No. 14/1967. Sejak saat itu, terjadi perubahan dalam klasifikasi jenis bank, yaitu bank umum dan BPR. Berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tersebut diatur kembali struktur perbankan, ruang lingkup kegiatan, syarat pendirian, peningkatan perlindungan dana masyarakat dengan jalan menerapkan prinsip kehati-hatian dan memenuhi persyaratan tingkat kesehatan bank, serta peningkatan profesionalisme para pelakunya. Dengan undang-undang tersebut juga ditetapkan penataan badan hukum bank-bank pemerintah, landasan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip bagi hasil (syariah), serta sanksi sanksi ancaman pidana terhadap yang melakukan pelanggaran ketentuan perbankan. Krisis Finansial terjadi pada Juli 1997 di Thailand yang mempengaruhi mata uang, bursa saham dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia. Peristiwa ini disebut krisis moneter (krismon) di Indonesia. Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand adalah negara yang paling parah terkena dampak krisis ini.Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 miliar dolar, dan sektor bank yang baik.Tapi banyak perusahaan Indonesia yang meminjam dolar AS. Pada tahun berikut, ketika rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut level efektifitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat.Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 miliar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September. Moody’s menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi “junk bond”.Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul pada neraca perusahaan. Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar, yaitu: menjual rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesia, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J Habibie menjadi presiden. mulai dari sini krisis moneter indonesia memuncak.

Perkembangan Perbankan tahun 1990- 1999

BI mengeluarkan Paket Kebijakan Februari 1991 yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya. Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No. 14/1967. Sejak saat itu,terjadi perubahan dalam klasifikasi jenis bank, yaitu bank umum dan BPR. UU Perbankan 1992 juga menetapkan berbagai ketentuan tentang kehati-hatian
pengelolaan bank dan pengenaan sanksi bagi pengurus bank yang melakukan tindakan sengaja yang merugikan bank, seperti tidak melakukan pencatatan dan pelaporan yang benar, serta pemberian kredit fiktif, dengan ancaman hukuman pidana. Selain itu, UU Perbankan 1992 juga memberi wewenang yang luas kepada Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap perbankan. Pada periode 1992-1993, perbankan nasional mulai menghadapi permasalahan yaitu meningkatnya kredit macet yang menimbulkan beban kerugian pada bank dan berdampak keengganan bank untuk melakukan ekspansi kredit. BI menetapkan suatu program khusus untuk menangani kredit macet dan membentuk Forum Kerjasama dari Gubernur BI, Menteri Keuangan, Kehakiman, Jaksa Agung, Menteri/Ketua Badan Pertahanan Nasional, dan Ketua Badan Penyelesaian Piutang Negara. Selain kredit macet, yang menjadi penyebab keengganan bank dalam melakukan ekspansi kredit adalah karena ketatnya ketentuan dalam Pakfeb 1991 yang membebani perbankan. Hal itu ditakutkan akan mengganggu upaya untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi. Maka, dikeluarkanlah Pakmei 1993 yang melonggarkan ketentuan kehati-hatian yang sebelumnya ditetapkan dalam Pakfeb 1991. Berikutnya, sejak 1994 perekonomian Indonesia mengalami booming economy dengan sektor properti sebagai pilihan utama. Keadaan itu menjadi daya tarik bagi investor asing. Pakmei 1993 ternyata memberikan hasil pertumbuhan kredit perbankan dalam waktu yang sangat singkat dan melewati tingkat yang dapat memberikan tekanan berat pada upaya pengendalian moneter. Kredit perbankan dalam jumlah besar mengalir deras ke berbagai sektor usaha, terutama properti, meski BI telah berusaha membatasi. Keadan ekonomi mulai memanas dan inflasi meningkat. Setelah berjalan lama, Pakto 88 mulai menampakkan dampak negatifnya. Kebebasan perbankan terutama dalam bank devisa, yang menghambat terciptanya sistem perbankan yang sehat. BI, sejak 1995, mulai memperberat syarat ketentuan untuk menjadi bank devisa, meski langkah tersebut belum bisa menahan laju
pertumbuhan perbankan. Pada 1996, sebagai upaya untuk menekan ekspansi kredit perbankan yang dianggap sebagai pemicu memanasnya mesin perekonomian, diterapkan kembali kebijakan moral suasion dengan cara menghimbau bank untuk menekan laju ekspansi kreditnya. Mulai 1997, walaupun ekpansi kredit perbankan mulai dapat ditahan, namun perkembangan usaha perbankan menjadi lebih sulit dikendalikan. Untuk itu, BI telah berencana untuk melikuidasi tujuh bank yang ternyata belum mendapat restu dari pemerintah.


Perkembangan Perbankan tahun 2004 – 2010

Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Pada tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
Perkembangan berbagai indikator ekonomi menjelang akhir tahun 2009 ditandai oleh terus berlanjutnya perbaikan kondisi makro ekonomi Indonesia. Perbaikan tersebut ditopang oleh meningkatnya optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan global, serta terjaganya kestabilan makro ekonomi domestik.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diprakirakan tumbuh 4,3%, inflasi tercatat sebesar 2,78%, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat surplus, dan nilai tukar secara point-to-point menguat sebesar 15,65% dibandingkan dengan tahun lalu. Di tengah-tengah krisis global, berbagai kinerja yang cukup positif tersebut tidak terlepas dari daya tahan permintaan domestik yang kuat, sektor perbankan yang tetap sehat dan stabil, ekspektasi pemulihan ekonomi global yang semakin optimis, serta respons kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif dalam mendukung terjaganya perekonomian domestik. Di sisi domestik, konsumsi rumah tangga masih tumbuh pada level tinggi, didorong oleh stabilnya daya beli masyarakat serta keyakinan konsumen yang masih terjaga. Membaiknya ekspor dan tetap tingginya konsumsi mendorong optimisme pelaku usaha untuk meningkatkan investasi, terutama sejak pertengahan tahun 2009. Pada triwulan IV-2009, investasi diperkirakan tumbuh lebih tinggi yang tercermin antara lain pada peningkatan konsumsi semen dan perbaikan pertumbuhan impor barang modal. Dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian tersebut, pertumbuhan ekonomi secara tahunan di kuartal IV-2009 diperkirakan akan mencapai sebesar 4,4%. Secara keseluruhan tahun 2009, perekonomian diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,3%.
Kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mencapai sasaran inflasi sebesar 5±1% di tahun 2010 akan didukung oleh implementasi serangkai langkah kebijakan. Di sisi operasional, fokus kebijakan diarahkan untuk meningkatkan efektifitas transmisi kebijakan moneter, mengelola ekses likuiditas perbankan, dan menjaga volatilitas nilai tukar dalam rangka terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat. Di sisi struktural, upaya koordinasi dengan Pemerintah akan ditingkatkan untuk memitigasi dampak struktural inflasi yang bersumber dari masalah distribusi, tata niaga, dan struktur pasar komoditas bahan pokok. Untuk itu, Tim Pengendalian Inflasi yang merupakan tim lintas departemen yang terkait dengan pengendalian inflasi akan terus diefektifkan baik di pusat maupun di daerah.



sumber :
http://nishaelf.wordpress.com/2012/03/02/perkembangan-perbankan-indonesia-tahun-1990-2010/
http://cicikris.blogspot.com/2012/03/perkembangan-bank-indonesia-1990-2010.html
http://www.bappenas.go.id/node/45/723/perkembangan-moneter-/
www.google .com